Minggu, 28 Oktober 2012

Kata Kata yang Berasal Dari Lingkungan


Kuping Gajah : Cemilan yg bentuknya seperti kuping gajah.
Meong : Suara dari kucing.
Mbek : Suara dari kambing.
Undur-Undur : Hewan yang cara berjalannya mundur.
Atapers : Penumpang kereta api yang berada di atap.
Tokek : Hewan yg mengeluarkan suara " tokeekk, tokeekk, tokeekk ".
Ransel : Tas untuk membawa suatu barang.
Kuda Liar : Kuda yang tidak dipelihara
Kuda Besi : Sebutan lain untuk sepeda motor.
Tampah : Wadah untuk menampi ( membersihkan ) beras dari kotoran.
Telor Asin : Telor yang rasanya asin
Coral Api : Coral yg apabila terkena kulit akan panas seperti terbakar api.
Kumis Kucing : Tumbuhan yang bentuknya seperti kumis kucing.
Ngorok : Suara ( dengkuran ) pada saat tidur.
Centong Nasi : Alat untuk mengambil nasi dari magic jar.
Rambutan : Buah yang kulitnya menyerupai rambut.
Walang Sangit : Belalang yang baunya sangit.
Asbak : Wadah untuk abu dan puntung rokok.
Jam Dinding :  Jam yang dipasang di dinding.
Salak Condet : Salak yang berasal dari condet.
Lubang Buaya : Nama okasi yang terdapat seperti mulut buaya yang dijadikan tempat sebagai penyiksaan dan pembunuhan para pahlawan.
Kaki Seribu : Hewan yang memiliki kaki yang banyak seolah2 ada 1000 kaki.

Minggu, 21 Oktober 2012

Perkembangan Bahasa Indonesia Di Negara ASEAN

Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Republik Indonesia dan bahas persatuan bangsa indonesia. Bahasa indonesia di resmikan penggunaannya setelah Proklamasi Kemerekaan Indonesia, tepatnya sehari sesudahnya, bersamaan dengan mulai berlakunya konstitusi. Di Timor Leste, Bahasa Indonesia berposisi sebagi bahasa kerja. Dari sudut pandang Linguistik, bahasa indonesia adalah salah satu dari banyak ragam bahasa Melayu. Dasar yang dipakai adalah bahasa Melayu-Riau dari abad ke-19.
Dalam perkembangannya ia mengalami perubahan akibat penggunaannya sebagi bahasa kerja di lingkungan administrasi kolonial dan berbagai proses pembakuan sejak awal abad ke-20. Penamaan “Bahasa Indonesia” di awali sejak di canangkannya Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928, untuk menghindari kesan “Imperialisme bahasa” apabila nama bahasa Melayu tetap di gunakan.
Proses ini menyebabkan berbedanya Bahasa indonesia saat ini dari varian bahasa Melayu yang di gunakan di Riau maupun Semenanjung Malaya. Hingga saat ini, bahasa indonesia merupakan bahasa yang hidup, yang terus menghasilkan kata-kata baru, baik melalui penciptaan maupun penyerapan dari bahasa daerah dan bahasa asing. Meskipun di pahami dan di tuturkan oleh lebih dari 90% warga indonesia, bahasa indonesia bukanlah bahasa ibu bagi kebanyakan penuturnya. Sebagian besar warga indonesia menggunakan salah satu dari 748 bahasa yang ada di indonesia sebagai bahasa Ibu. Penutur Bahasa indonesia kerap kali menggunakan versi sehari-hari (kolokial) atau mencampur adukkan dengan dialek Melayu lainnya atau bahasa Ibunya.
Meskipun demikian , bahasa indonesia di gunakan di gunakan sangat luas di perguruan-perguruan. Di media massa, sastra, perangkat lunak, surat-menyurat resmi, dan berbagai forum publik lainnya, sehingga dapatlah dikatakan bahwa bahasa indonesia di gunakan oleh semua warga indonesia. Bahasa Melayu dipakai dimana-mana diwilayah nusantara serta makin berkembang dengan dan bertambah kukuh keberadaannya. Bahasa Melayu yang dipakai didaerah-daerah diwilayah nusantara dalam pertumbuhan dipengaruhi oleh corak budaya daerah. Bahasa Melayu menyerap kosa kata dari berbagai bahasa, terutama dari bahasa sanskerta, bahasa Persia, bahasa Arab, dan bahasa-bahasa Eropa.
Bahasa Melayu pun dalam perkembangannya muncul dalam berbagai variasi dan dialek. Perkembangan bahasa Melayu diwilayah nusantara mempengaruhi dan mendorong tumbuhnya rasa persaudaraan dan persatuan bangsa Indonesia. Komikasi rasa persaudaraan dan persatuan bangsa Indonesia. Komunikasi antar perkumpulan yang bangkit pada masa itu menggunakan bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia, yang menjadi bahasa persatuan untuk seluruh bangsa Indonesia dalam sumpah pemuda 28 Oktober 1928. Untuk memperoleh bahasa nasionalnya, Bangsa Indonesia harus berjuang dalam waktu yang cukup panjang dan penuh dengan tantangan.
Perjuagan demikian harus dilakukan karena adanya kesadaran bahwa di samping fungsinya sebagai alat komunikasi tunggal, bahasa nasional sebagai salah satu ciri cultural, yang ke dalam menunjukkan sesatuan dan keluar menyatakan perbedaan dengan bangsa lain.
Penggunaan bahasa Indonesia ini dianggap efektif karena setidaknya dapat dimengerti oleh empat negara anggota ASEAN. Di lain pihak, Vietnam dengan terang-terangan mendeklarasikan Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi kedua mereka setelah Bahasa Vietnam, dan disetarakan dengan bahasa resmi lain seperti Jepang, Inggris, dan Prancis.
Bahasa Indonesia tenyata memiliki popularitas yang tinggi di negara asing, dan negara asing pun memiliki apresiasi yang tinggi pula terhadap bahasa resmi kita itu. Bahasa Indonesia bukan hanya menjadi bahasa persatuan dalam Negara Indonesia saja, namun juga berlaku untuk berbagai negara.
Para pemuda Indonesia tahun 1928 pernah menggelar sumpah bahwasanya pemuda Indonesia menjunjung tinggi bahasa persatuan tersebut. Namun apresiasi dan junjungan yang tinggi terhadap bahasa Indonesia nyatanya kini lebih dirasakan di negara-negara asing. Negara kita dengan orang-orang di dalamnya barangkali sudah lupa dengan isi dari sumpah pemuda tersebut.
Sebagaimana sumpah pemuda 28 Oktober 1928, lahirlah kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, juga sebagai jati diri bangsa serta alat pemersatu yang dapat mempersatukan bangsa Indonesia yang beragam budaya dan suku—dengan bahasa daerah mereka masing-masing—hingga dapat berkomunikasi dengan lancar dari satu orang ke orang lain yang berbeda suku pula.
Namun mirisnya, bahasa Indonesia tidak lagi menjadi populer di kalangan masyarakat, terutama muda-mudi Indonesia saat ini. Malah Bahasa Indonesia yang benar terdengar begitu kolot di telinga mereka. Bahasa Indonesia kini mulai ditinggalkan perlahan-lahan. Dipaksa gulung tikar oleh bahasa gaul atau bahasa alay yang kini tengah menggurita.
Bahasa kini banyak yang dipelintir, baik itu cara membaca atau hurufnya. Misalnya kata aku atau saya sekarang lebih populer dengan kata gue, atau frasa apa saja boleh—yang kini tengah hangat di kota Medan sebagai jawaban dari apa saja yang ditanya—dipelintir menjadi apa aja boyeh. Frasa ini dianggap sebagai suatu jawaban paling sederhana bagi kaula muda karena tidak mau berpikir rumit, sebagaimana ditulis Yulhasni penulis spesial bidang sastra dan budaya. Kata kita juga sering digunakan untuk menyatakan kami, padahal kami dan kita memiliki makna yang berbeda.
Jika diperhatikan terkadang kita juga malah sering dibuat bingung oleh tindak tanduk para pemuda saat ini. Di kalangan mahasiswa yang notabene seorang intelektual sekalipun, seseorang yang menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar terkadang sering ditertawakan, misalnya penggunaan kata kamu atau anda dalam suatu pembicaraan non formal. Seolah-olah kata itu begitu tabu ditelinga mereka.
Meskipun dipahami dan dituturkan oleh lebih dari 90% warga Indonesia, Bahasa Indonesia bukanlah bahasa ibu bagi kebanyakan penuturnya. Sebagian besar warga Indonesia menggunakan salah satu dari 748 bahasa yang ada di Indonesia sebagai bahasa ibu. Penutur Bahasa Indonesia kerap kali menggunakan versi sehari-hari (kolokial) dan/atau mencampuradukkan dengan dialek Melayu lainnya atau bahasa ibunya. Meskipun demikian, Bahasa Indonesia digunakan sangat luas di perguruan-perguruan, di media massa, sastra, perangkat lunak, surat-menyurat resmi, dan berbagai forum publik lainnya, sehingga dapatlah dikatakan bahwa Bahasa Indonesia digunakan oleh semua warga Indonesia.

Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Indonesia